PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DALAM TATANAN MIKRO
Oleh.
Putu Beny Pradnyana
NIM 1129041003
A. PENDAHULUAN
Pendidikan dewasa ini sangat diperlukan untuk memajukan bangsa dari keterpurukan. Untuk menciptakan bangsa yang hebat, memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas, dan tentunya hal ini tidak terlepas dari peran guru dalam menyukseskan pendidikan. Pendidikan merupakan hal yang tidak dapat disepelekan, karena dengan pendidikan akan mampu menciptakan bangsa yang kuat, bermartabat, mandiri, menjadi bangsa yang produktif dan tidak menjadi budak dari bangsa lain.
Pendidikan pada umunya lebih terkait dengan sekolah. Didalam sekolah tentunya banyak hal yang harus diperhatikan terutama pada keberadaan guru dalam menyukseskan pendidikan. Keberadaan guru dalam menunjang pendidikan sangatlah penting bagi bangsa, karena pendidikan merupakan investasi yang baik bagi bangsa (sumber daya manusia). Untuk mendapatkan keahlian atau skill untuk hidup, seseorang harus mempunyai keahlian yang dimiliki yang dapat digunakan untuk hidup, yang diperoleh melalui proses pendidikan. Keterampilan yang dikuasai dapat dipergunakan untuk mencari pekerjaan dan mendapatkan upah atau gaji berdasarkan pekerjaan yang telah dilakukan. Apabila seluruh bangasa Indonesia ini mempunyai dan mendapatkan pendidikan yang layak, tentunya bangsa Indonesia tidak akan menjadi bangsa yang tertinggal. Pendidikan merupakan elemen penting dalam rangka memerangi kemiskinan, memberdayakan wanita, dan menyelamatkan anak-anak dari berbagai upaya eksploitasi (UNICEF dalam Toyamah Syaikhu, 2004: 5).
Guru dalam memeran diri sebagai seorang pendidik, tentunya harus dibekali dengan kemampuan mendidik, yang diperoleh melalui lembaga pendidikan, yang mencetak guru-guru yang profesional. Tidak hanya peran guru yang mendominasi dari pemerataan penyebaran pendidikan bangsa ini, melainkan juga perlu adanya dukungan dari masyarakat, tanpa adana dukungan dari masyarakat, pemerataan pendidikan tidak akan berhasil. Dalam menjalankan pendidikan, tentunya masih banyak yang harus di benahi untuk mencapau tujuan nasuonal menciptakan bangasa yang cerdas.
B. PENINGKATAN KUALITAS GURU
Mutu pendidikan merupakan faktor utama dalam menentukan perbedaan antara masyarakat terbelakang dan maju. Karena itu, investasi untuk keperluan pendidikan dan sekolah sangat diperlukan dan harus menjadi prioritas. Berbagai upaya, banyak yang telah dilakukan oleh guru, mulai dari mengikuti pelatihan, penelitian dan sebagainya, hal ini dilakukan agar guru memiliki kemampuan profesional yang sesuai dengan profesinya sebagai seorang pendidik yang mampu memberikan pelayanan sesuai dengan yang diperlukan oleh siswa.
Untuk meningkatkan kualifikasi guru dan memiliki kemampuan profesional, pemerintah telah melahirkan Undang-undang No. 14 Tahun 2005 mengenai guru dan dosen. Salah satu upaya dari undang-undang tersebut adalah meningkatkan profesionalisme guru serta meningkatkan kualitas hidup ekonomi guru. Seperti yang kita ketahui jabatan guru adalah jabatan yang paling tidak disukai dalam masyarakat modern saat ini, hal ini disebabkan karena penghargaan ekonominya relatif sangat kurang dibandingkan profesi-profesi lainnya. Undang-undang No. 14 Tahun 2005 telah menggariskan upaya untuk meningkatkan kualitas guru dengan kualifikasi sekurang-kurangnnya ijazah S-1.
Prinsip-prinsip profesionalisme guru (berdasarkan UU Guru dan Dosen) dapat ditilik dari 9 poin sebagai berikut.
1. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme,
2. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan dan ahlak mulia,
3. Memiliki kualifikasi akademik dan latarbelakang pendidikan yang sesuai dengan bidang tugasnya,
4. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya,
5. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan,
6. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja,
7. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat,
8. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan,
9. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalannya.
Guru akan melaksanakan tugasnya dengan baik apabila, guru mendapatkan gaji yang sesuai, sehingga guru lebih fokus untuk melaksanakan tugasnya sebagai seorang pendidik. Dengan pendapatan yang cukup atau upah yang cukup, guru dapat bekerja secara optimal dalam mengajar. Untuk mendapatkan tunjangan yang cukup guru harus memperoleh sertifikasi guru, yang diperoleh berdasarkan administrasi yang dikumpulkan dan diajukan kepada pemerintah untuk diseleksi. Sehingga dengan diperolehnya sertifikasi oleh guru, diharapkan guru dapat memaksimalkan pengajaran di sekolah tanpa memikirkan pekerjaan yang lain yang mesti digelutinya untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Dengan diperolehnya sertifikasi guru diharapkan kualitas guru menjadi lebih baik dari yang sebelumnya.
Guru dalam pengembangan profesional harus menumbuhkan diri secara profesional. Untuk meningkatkan kualitas guru, seorang guru dalam bekerja dan bertugas mempelajari profesi guru sepanjang hayat. Hal-hal dipelajari oleh seorang guru adalah sebagai berikut (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 249).
- Memiliki integritas moral kepribadian.
- Memiliki integritas intelektual berorientasi kebenaran.
- Memiliki integritas religius dalam konteks pergaulan dalam masyarakat majemuk.
- Mempertinggi mutu keahlian bidang studi sesuai dengan kemampuan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
- Memahami, menghayati, dan mengamalkan etika profesi guru.
- Bergabung dengan asosiasi profesi.
- Mengakui dan menghormati martabat siswa sebagai klien guru.
Berdasarkan hal diatas, seorang guru harus benar-benar memahami dalam hal menjalankan profesinya sehingga seorang guru mendapatkan pengakuan yang baik oleh masyarakat terhadap profesi yang dijalankannya. Selain hal di atas, seorang guru dalam upaya pembinaan dan peningkatan profesionalisme tenaga pendidik, perlu juga dilakukan melalui pengembangan konsep kesejawatan yang harmonis dan objektif. Untuk itu, diperlukan adanya sinergi dengan sebuah wadah organisasi (kelembagaan) para pendidik, dengan bentuk dan mekanisme kegiatan yang jelas, serta standar profesi yang dapat diterapkan secara praktis. Pidarta (dalam Syaifuddin, 2007: 5-7) mengungkapkan beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme tenaga pendidik adalah sebagai berikut.
- Meningkatkan kualitas dan kemampuan dalam pelaksanaan proses pembelajaran.
- Berdiskusi tentang rencana pembelajaran.
- Berdiskusi tentang substansi materi pembelajaran.
- Berdiskusi tentang pelaksanaan proses belajar mengajar termasuk evaluasi pengajaran.
- Melaksanakan observasi aktivitas rekan sejawatdi kelas.
- Mengembangkan kompetensi dan performansi guru.
- Mengkaji jurnal dan buku pendidikan.
- Mengikuti studi lanjut dan pengembangan pengetahuan melalui kegiatan ilmiah.
- Melakukan penelitian.
- Menulis artikel.
- Menyusun laporan penelitian.
- Menyusun makalah.
- Menyusun laporan atau review buku.
Pendidik bertugas menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis. Untuk itu, pendidik harus memiliki komitmen profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan. sebagai pendidik guru harus memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan, sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
C. ASOSIASI GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
Dalam menjalankan program pendidikan, tentunya menemukan berbagai macam kendala yang ditemukan dalam menjalankannya. Kendala-kendala tersebut dapat berupa kebijakan pemerintah yang tidak sesuai dengan kebutuhan guru, pengadaan sarana dan prasarana, pelatihan-pelatihan, dan lain sebagainya. Untuk mengatasi hal tersebut memerlukan asosiasi yang dapat menyalurkan aspirasi, berdiskusi dan mengembangkan keprofesian menjadi lebih baik.
Menurut Sagala (2004: 172) Organisasi atau asosiasi guru dan tenaga kependidikan adalah representasi para guru dan tenaga kependidikan menyalurkan aspirasinya kepada pihak terkait. Asosiasi ini pada hakikatnya merupakan wadah rasa kesejawatan para guru untuk melakukan kegiatan bersama dalam mencapai kepentingan dan tujuan bersama mencangkup kepentingan nasional, kesejahteraan dan profesional guru.
Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam membuat asosiasi guru menjadi kuat menurut Conan (Sonhadji, 2004:172), yaitu pemimpin asosiasi guru harus percaya bahwa lembaga asosiasi itu secara spesifik ada dan diyakini dapat membuat seseorang menjadi guru yang baik serta menentukan persyaratan bagi pelaksanaan pelatihan (training) khusus untuk seluruh guru.
Program asosiasi profesi ini menjadi kontrol terhadap profesi kependidikan dalam hal kualifikasi dan peningkatan kemampuan profesional, dengan membuka ruang yang cukup kondisi kreatif yang membuat guru maupun tenaga kependidikan lainnya berkemampuan tinggi berdasarkan profesi. Berdasarkan hal diatas, organisasi atau asosiasi berfungsi sebagai berikut.
- Menyatukan seluruh kekuatan dalam suatu wadah, asosiasi berfungsi sebagai suatu wadah yang digunakan untuk menyalurkan aspirasi, sebagai wadah untuk bertukar pikiran, sehingga asosiasi atau organisasi bisa mengambil tindakan untuk membangun asosiasi atau profesi guru ini.
- Mengusahakan adanya satu kesatuan langkah tindakan, sosiasi juga berfungsi sebagai pemersatu dari anggota organisasi untuk dapat menjalankan organisasi sesuai kode etik yang telah di tetapkan.
- Melindungi kepentingan anggotanya,
- Selalu mengawasi kemampuan-kemampuan anggota-anggotanya dengan mendinamisasi dan memotivasi untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuannya,
- Menyiapkan program-program peningkatan kemampuan para anggotanya,
- Menyiapkan fasilitas penerbitan dan bacaan lainnya dalam rangka peningkatan kemampuan profesional,
- Mengambil tindakan terhadap anggota yang melakukan pelanggaran baik administratif maupun psikologis.
D. PERAN MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN
Dalam menunjang proses pendidikan ini tidak terlepas dari peran serta masyarakat. Masyarakat sangat penting keberadaanya dalam membantu kelancaran pendidikan, komponen masyarakat dalam pendidikan tidak hanya orang tua siswa, melainkan orang-orang yang tinggal pada lingkungan tempat sekolah itu berada. Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 mengenai pendidikan nasional, dinyatakan bahwa:
- Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan,kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.
- Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.
- Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pendidikan bukan hanya milik guru dan komponen yang ada dalam sekolah tersebut, tetapi juga milik keluarga dari siswa yang sekolah dan juga masyarakat sekitar. Masyarakat diharapkan peranannya dalam melaksanakan dan menyelenggarakan pendidikan terutama dalam mendidik moralitas atau agama, menyekolahkan anaknya, dan membiayai keperluan anak-anaknya.
Dalam peranan masyarakat dalam pendidikan, yang termasuk komponen masyarakat adalah orang tua siswa, tokoh masyarakat, tokoh agama, dunia usaha dan dunia industri. Peran serta mereka dalam pendidikan dapat dilakukan dengan sebagai berikut.
(1) Pengambilan keputusan.
Pengambilan keputusan dilakukan untuk mengembangkan pendidikan sehingga sekolah tersebut menjadi lebih baik dari yang sebelumnya. Seperti misalnya pengambilan keputusan dilakukan melalui rapat komite untuk membahas perkembangan sekolah. Masyarakat yang didalamnya terdiri dari orang tua siswa, anggota komite sekolah, atau wakil dari dunia bisnis dan industri secara bersama-sama memberikan sumbang saran dan berakhir dengan pengambilan keputusan.
(2) Pelaksanaan.
Berdasarkan keputusan yang telah disepakati, maka kewajiban berdasarkan hasil rapat adalah pelaksaan dari hasil keputusan yang telah disepakati.
(3) Penilaian.
Dalam penilaian ini, masyarakat juga berperan dalam pengawasan dan melakukan evaluasi terhadap hasil kesepakatan yang telah di sepakati mengenai ketercapaian dalam pelaksanaan. Dengan demikian masyarakat yang mendukung program sekolah hasil kesepakatan telah berperan serta dalam pelaksanaan. Demikian pula dalam perjalanan program, tentunya memerlukan kontrol dan upaya-upaya untuk memperbaiki.
Pendidikan yang baik tentu memerlukan pembiayaan yang tidak sedikit. Simpati masyarakat terhadap sekolah perlu dibangun agar masyarakat juga memberikan kontribusinya secara efektif dan optimal. melalui keterlibatan masyarakat, maka kegiatan oprasional, kinerja dan produktivitas sekolah diharapkan dapat dibantu.
Masyarakat dalam pengembangan pendidikan juga dapat menyumbangkan gagasan, membantu tenaga, memberikan kritik yang membangun, memberikan motivasi, menyumbangkan keahlian, serta memberikan dukungan terhadap pelaksanaan pendidikan.
Sulanan (2011) menyatakan Ada beberapa alasan mengapa peran serta masyarakat amat diperlukan dalam pengembangan pendidikan di sekolah sebagai berikut.
- Pendidikan bukan merupakan tanggung jawab guru semata melainkan juga merupakan tanggung jawab bersama keluarga, masyarakat, dan negara.
- Keluarga bertanggung jawab untuk mendidik moralitas/agama, menyekolahkan anaknya, serta membiayai keperluan pendidikan anaknya.
- Anak berada di sekolah antara 6-9 jam, selebihnya berada di luar sekolah (rumah dan lingkungannya). Dengan demikian, tugas keluarga amat sangat penting untuk menjaga dan mendidik anaknya, karena sebagian besar waktu anak-anak berada pada diluar lingkungan sekolah.
- Pendidikan adalah investasi masa depan anak. Oleh karena itu, untuk menyukseskan program pendidikan pada anak memerlukan biaya, tenaga dan perhatian, hal tersebut tidak dapat dipungkiri pada zaman di era globalisasi ini.
- Anak perempuan perlu mendapat pendidikan setinggi anak laki-laki mengingat mereka akan menjadi ibu dari bayi-bayinya. Ibu lebih dekat kepada anak dan mendidik anak perlu pengetahuan yang memadai agar anak tidak salah asuhan/didik.
- Masyarakat berhak dan berkewajiban untuk mendapatkan dan mendukung pendidikan yang baik. Kewajiban mereka tidak sebatas pada bantuan dana, lebih dari itu juga pemikiran dan gagasan
- Pemerintah berkewajiban membuat gedung sekolah, menyediakan tenaga/guru, melakukan standarisasi kurikulum, menjamin kualitas buku paket, alat peraga, dan lain sebagainya. Karena kemampuan pemerintah terbatas, maka peran serta masyarakat sangat diperlukan.
- Kemampuan pemerintah terbatas sehingga mungkin tidak mampu untuk mengetahui secara rinci nuansa perbedaan di masyarakat yang berpengaruh pada bidang pendidikan. Jadi masyarakat berkewajiban membantu penyelenggaraan pendidikan.
- Masyarakat dapat terlibat dalam memberikan bantuan dana, pembuatan gedung, lokal, pagar, dan lain sebagainya. Masyarakat juga dapat terlibat dalam bidang teknis edukatif.
- Idealnya sekolah bertanggungjawab kepada pemerintah dan juga kepada masyarakat sekitarnya.
- Bantuan teknis edukatif juga sangat mungkin diberikan, seperti: menyediakan diri menjadi tenaga pengajar, membantu anak berkesulitan membaca, menentukan dan memelihara guru baru yang mempunyai kualifikasi, serta membicarakan pelaksanaan kurikulum dan kemajuan belajar.
E. PEMERATAAN GURU DALAM OTONOMI DAERAH
Otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerahnya masing-masing khususnya dalam pendidikan mengenai keberadaan guru.
Dalam menunjang proses pendidikan, keberadaan guru di sekolah, khususnya pendidikan dasar sangat penting. Pemerataan keberadaan guru sangat penting adanya dalam suatu daerah atau sekolah. Dengan keberadaan guru yang sesuai dengan kuota yang diperlukan, secara signifikan akan dapat membantu proses pembelajaran berjalan secara optimal dan ilmu pengetahuan akan dapat disebarkan secara optimal.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Radio 103.4 fm, Baedhowi Dirjen PMPTK (Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan), Depdiknas, Menurutnya pemetaan itu dilakukan bekerjasama dengan pemerintah daerah, Karena pemerintah daerah yang lebih mengetahui guru yang dibutuhkan di daerahnya tersebut. Pemetaan ini penting, karena jumlah guru yang ada di suatu daerah berbeda-beda dan kecenderungannya kurang merata. Biasanya jumlah guru yang berada di kota cenderung melimpah, sedangkan di daerah terpencil jumlah guru cenderung kurang.
Berdasarkan informasi diatas, jelas bahwa keberadaan guru di sekolah-sekolah masih dirasa kurang merata, ada yang kelebihan guru ada juga yang kekurangan guru, dan kecenderungan guru-guru optimal berada di daerah perkotaan.
Berdasarkan data yang ada (Suara Merdeka, 2011) Pemerintah menyatakan jumlah guru di Indonesia yang mencapai 2.900.000, saat ini, sangat ideal. Jika dilihat dari data tersebut, keberadaan guru-guru di sekolah mestinya memenuhi kuota yang diperlukan apabila didistribusikan sesuai dengan kebutuhan guru di sekolah-sekolah.
Tujuan Pendidikan Nasional sudah diatur dalam undang-undang, seperti yang terdapat pada UUD 1945 (versi Amendemen), Pasal 31, ayat 3 menyebutkan, "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang." Pasal 31, ayat 5 menyebutkan, "Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia."
Berdasarkan undang-undang di atas, jika dibandingkan dengan keberadaan guru yang ada di sekolah dasar, khususnya di daerah terpencil kemungkinan hal tersebut tidak dapat tercapai secara optimal. Pendidikan akan dapat ditingkatkan apabila keberadaan guru dimasing-masing sekolah mencukupi kuota yang diperlukan, untuk membantu proses pembelajaran.
Dalam rangka otonomi daerah telah kita ketahui bahwa, pendidikan dasar merupakan wewenang pemerintah daerah. Demikian pula wajib belajar yang sedang disusun di dalam suatu peraturan pemerintah menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah daerah. Wajib belajar 6 tahun yang mungkin dapat ditingkatkan menjad wajib belajar 9 tahun dan mungkin menjadi wajib belajar 12 tahun. Dalam evaluasi ditingkat pendidikan dasar, tentunya dalam mengadakan suatu evaluasi terhadap ketercapaian dari standar yang ditetapkan, hal ini juga tidak terlepas dari peran guru yang bertanggung jawab secara penuh, untuk menciptkan wajib belajar sembilan tahun yang berkualitas sesuai dengan program pemerintah.
F. PERLUNYA STANDARISASI PENDIDIKAN
Dalam melaksanakan pendidikan, tentunya harus mempunyai tujuan yang mempunyai ukuran (yardstick), untuk menentukan sampai sejauh mana proses pendidikan itu mencapai tujuan yang telah ditentukan. Tujuan pendidikan selalu bersifat sementara, hal ini dapat dikatakan bahwa tujuan pendidikan harus setiap saat perlu direvisi dan disesuaikan dengan tuntutan perubahan.
Pendidikan Nasional Indonesia memerlukan standarisasi untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Standar tersebut dicapai dalam kurun waktu tertentu, maka dari itu perlu adanya perumusan yang jelas dan terarah mengenai tujuan pendidikan. Rumusan tujuan pendidikan dapat berupa tujuan ideal, tujuan jangka panjang, tujuan jangka menengah dan rencana strategis yang terlihat dengan keadaan dan waktu tertentu. Dengan kejelasan perumusan tujuan pendidikan, guru dapat menentukan langkah-langkah untuk mencapainya.
Apabila tidak adanya patokan atau yardstick yang dijadikan pedoman untuk dicapai, maka guru akan bingung menentukan langkah-langkah yang harus diambil untuk menjalankan proses pendidikan, jika guru sudah bingung tentu proses pendidikan akan menjadi kacau-balau karena tanpa arah yang jelas. Didalam hal ini, UUD 1945 telah merumuskan suatu tujuan yang ideal yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Sistem pendidikan nasional merupakan suatu upaya untuk mewujudkan cita-cita ideal tersebut ialah warganegara Indonesia yang cerdas. Untuk menciptakan bangsa Indonesia yang cerdas diperlukan standar yang digunakan sebagai ukuran untuk mencapai tujuan.
Berdasarkan uraian di atas, standarisasi pendidikan amatlah diperlukan dalam meningkatkan pendidikan di Indonesia, dan standar tersebut akan terus-menerus meningkat seiring dengan perkembangan zaman. Menurut Tilaar (2006: 76-77) Standarisasi pendidikan sangat diperlukan karena sebagai berikut.
1) Standarisasi Pendidikan Nasional merupakan suatu tuntutan politik.
Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang memerlukan ukuran untuk menilai sejauh mana warganegara Indonesia mempunyai visi dan misi yang sama, pengetahuan dan keterampilan yang dapat mengembangkan negara kesatuan tersebut.
2) Standarisasi Pendidikan Nasional merupakan suatu tuntutan globalisasi.
Dalam kehidupan globalisasi, terjadi persaingan semakin lama semakin meningkat, dan dampak dari globalisasi seperti yang kita ketahui bahwa tidak ada hal yang dapat disembunyikan, sehingga negara lain tahu mengenai keberadaan negara Indonesia, khusunya dalam bidang pendidikan. Oleh sebab itu, stiap warga negara perlu mengangkat dirinya sendiri didalam kehidupan yang penuh permusuhan tetapi terus-menerus memperbaiki diri dengan meningkatkan kemampuan diri agar supaya tidak menjadi budak dari bangsa-bangsa yang lain.
3) Standarisasi Pendidikan Nasional merupakan tuntutan dari kemajuan (progres).
Setiap negara tentunya tidak ingin bahwa negara menjadi negara yang tertinggal dari negara lain, dan tentunya setiap negara ingin menjadi negara yang maju dan bermartabat. Untuk menjadi anggota negara yang maju tentunya diperlukan kualitas sumber daya manusia yang tinggi, yang bukan hanya menjadi konsumen dari negara-negara yang maju, tetapi juga dapat berpartisipasi di dalam meningkatkan mutu kehidupan manusia.
Standarisasi merupakan suatu ukuran (yardstick), dimana dalam hal ini sewaktu-waktu standar tersebut harus di evaluasi dan perlu diketahui sampai sejauh mana efektivitas dari standarisasi tersebut terhadap pencapaian pada siswa khususnya pendidikan dasar. Untuk mengetahui efektifitas dari standarisasi tersebut diperlukan sarana-sarana seperti ujian dan evaluasi nasional. Menurut Tilaar (2006: 109) menyatakan ujian dan evaluasi nasional tidak perlu meliputi seluruh standar isi, hal ini akan banyak menimbulkan pengeluaran biaya dan tenaga yang luar biasa. Maka dari itu, dipilihlah beberapa mata pelajaran yang esensial dalam pendidikan dasar, mata pelajaran itu seperti misalnya Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS dan PKn.
Tilaar (2006: 109) juga menyatakan di beberapa negara, evaluasi nasional tidak diwajibkan kepada seluruh wilayah atau negara bagian, melainkan suatu daerah secara sukarela diuji oleh daerah-daerah itu. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa untuk memperoleh pemetaan terhadap pencapaian standarisasi yang telah ditetapkan, negara tidak mengharuskan bahwa standarisasi merupakan indikator yang digunakan sebagai kelulusan seseorang. Dalam evaluasi mengenai pencapaian standarisasi ini bertumpu pada gurunya sendiri sebagai seseorang yang mendidikan dan mengetahui tingkat pencapaian dari peserta didik, sampai sejauh mana tingkat pencapaian peserta didik terhadap standar isi dan kurikulum yang telah ditetapkan secara nasional.
Sehingga dengan merapkan standarisasi yang tepat, sesuai dengan pekembangan zaman diharapkan dapat menciptakan sumber daya manusia Indonesia yang cerdas dan kompetitif, tentunya standarisasi harus menyesuaikan dengan keadaan bangsa yang sangat berpariasi yang berada pada daerah terpencil, pedesaan dan perkotaan. Dengan penyusunan standarisasi berdasarkan persaingan global di era reformasi ini, dapat menciptakan “sumber daya Indonesia yang prima”. Standarisasi merupakan tuntutan nasional bahkan tantangan global terhadap perkembangan dari bangsa-bangsa lain, untuk menciptakan sumber daya manusia Indonesia prima diperlukan banyak intervensi baik dari pemerintah, guru dan masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan shingga menuju ke arah lebih baik.
Untuk menuju standar yang telah di tetapkan memerlukan sarana dan prasarana yang memadai untuk mencapai tujuan tersebut, sehingga bangsa ini menjadi bangsa yang kompeten dan mampu (capable) menjadi bangsa yang cerdas dan bermartabat. Tanpa adanya sarana dan prasarana, tujuan pendidikan nasional tidak akan bisa tercapai secara optimal, dan penciptaan sumber daya manusia yang cerdas tidak akan terlaksana dengan baik.
G. PENUTUP
Untuk memecahkan permasalahan pendidikan di era global, hal yang utama adalah meningkatkan kualitas guru, seperti yang diamanatkan dalam undang-undang No. 14 Tahun 2005 mengenai guru dan dosen, melalui pemberian sertifikasi dan sebagainya diharapkan mutu pendidikan di Indonesia meningkat. Dalam meningkatkan kualitas pendidikan, perlu adanya dukungan dari masyarakat dalam pendidikan dan adanya pemerataan keberadaan guru di sekolah-sekolah. sehingga dengan adanya pemerataan guru di setiap sekolah, diharapkan pendidikan dapat berjalan dengan baik dan mampu mencapai standarisasi pendidikan yang telah ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka cipta.
Radio 103.4 FM Jakarta. 2012. “Pemerataan Guru di Indonesia Masih Kurang”. Tersedia pada http://www.dradio1034fm.or.id/detail.php?id=3512 (diakses pada tanggal 4 Januari 2012).
Sagala, Syaiful. 2004. Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat Strategi Memenangkan Persaingan Mutu. Jakarta: Nimas Multima.
Suara Merdeka. 2011. “2012, Fokus Pemerataan Guru”. http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/12/26/171312/2012-Fokuskan-Pemerataan-Guru (diakses pada tanggal 4 Januari 2012).
Sulanan. 2011. “Peran Serta Masyarakat dalam Pendidikan”. tersedia pada http://sulanam.sunan-ampel.ac.id/?p=27 (diakses pada tanggal 4 Januari 2012).
Syaifuddin, Mohamad, dkk. 2007. Manajemen Berbasis Sekolah. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Tilaar, H.A.R..2006. Standarisasi Pendidikan Nasional Suatu Tinjauan Kritis. Jakarta: Rineka Cipta.
Toyamah, Nina dan Syaikhu Usman. 2004. Alokasi Anggaran Pendidikan di Era Otonomi Daerah: Implikasinya Terhadap Pengelolaan Pelayanan Pendidikan Dasar. Jakarta: lembaga penelitian SMERU.
UU No. 14 tentang guru dan dosen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar